Berisi Alkitab dan Renungan Harian Kristen

Jumat

Kerja Terus, Terus Kerja

 Penulis : Saumiman Saud

Kerja terus dan terus kerja, kapan berhentinya? Suatu pertanyaan yang selalu terngiang ditelinga kita bukan? Ada orang bilang ia harus kerja sampai tua kalau tidak sia-sia hidupnya, sebaliknya ada yang bilang kalau kerja terus sampai tua juga sia-sia, kapan santainya?. Ada lagi orang yang bekerja pagi, siang, sore dan malam, dan istirahatnya kalau sudah jatuh sakit, dan ada yang lebih ekstrem lagi biarlah kerja terus dan terus kerja sampai mati, yang penting banyak uang masuk, jadi uang dicari terus, namun tidak pernah memakainya.


Kita juga sering mendengar orang mengatakan bahwa "Waktu adalah uang", namun Jack Collins dalam bukunya Work Smarter Not Harder tidak setuju dengan prinsip ini. Menurut beliau, pada kenyataannya justru "Kerja adalah sama dengan uang", bila anda berpendapat bahwa waktu adalah uang cobalah berhenti bekerja, dan periksalah berapa banyak uang yang datang dengan sendirinya. Dengan kata lain "kerja" itu sangat penting, sehingga tidak heran ada orang yang sampai setengah mati kerja hanya untuk sesuap nasi, itu tidak salah, ketimbang ia tidak mau kerja tetapi tetap perlu sesuap nasi.

Di dalam dunia yang penuh persaingan bisnis ini, masing-masing orang diperhadapkan dengan berbagai perlombaan, untuk menciptakan prestasi dan prestise yang paling tinggi. Semua orang ingin sukses, semua orang ingin berhasil, tidak ada yang bercita-cita untuk gagal, dan bukan hanya itu bila perlu apabila saya berhasil maka engkau yang harus gagal, sebab engkau akan menjadi saingan bila engkau juga berhasil. Zaman sekarang ini, kalau orang bekerja selama dua belas sampai lima belas jam sehari bukan merupakan barang aneh lagi. Sebaliknya hal ini malah telah menjadi seperti suatu "keharusan". Bahkan sisa pekerjaan dari kantor di bawa pulang ke rumah sebagai bahan lembur.

Istilah "Cukup" dan "Puas" seakan-akan tidak berlaku lagi. Jadi yang muncul dalam benak masing-masing orang yakni bersaing, bersaing, dan bersaing terus. Jika kita tidak mau kerjakan pekerjaan ini orang lain mau. Jika kita tidak terima pekerjaan itu, orang lain menerima. Jika kita minta harga yang lebih mahal, orang lain berani memberikan harga yang lebih murah! Jika kita berani terima pekerjaan itu dengan untung yang minimal, orang lain berani menerimanya dengan tidak untung sesenpun atau rugi, yang penting pekerjaan itu harus menjadi miliknya. Inilah hal-hal umum yang sedang terjadi di kalangan dunia bisnis. Mereka menganggap bahwa tujuan utama bekerja adalah mencari uang dan kekayaan, namun lain dengan konsep Alkitab, Allah mengajar kita bekerja untuk Allah.

Bekerja bagi Allah merupakan suatu kegiatan kita untuk memenuhi Amanat dan tujuan hidup Sorgawi. Bekerja merupakan suatu pelayanan sekaligus merupakan ibadah. Tuhan Yesus mengatakan "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah-lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan (Mat 11:28-30)". "Kelegaan" yang dilukiskan oleh Tuhan Yesus di sini adalah kelegaan atau ketenangan roh kita, suatu kelegaan atau kepercayaan kepada janji-janji dan persediaan Allah untuk berbagai kebutuhan kita yang paling dalam, paling pribadi, dan paling didambakan . Ini berarti bahwa waktu bersenang dan bersantai, kebebasan dari bekerja; sesungguhnya dimulai di pekerjaan. Semua ini akan terjadi tatkala kita berhenti mengandalkan pekerjaan kita dan mulai mempercayakan Tuhan Yesus untuk menyediakan berbagai kebutuhan kita.

Sebuah kisah yang benar-benar terjadi, pada suatu hari di penghujung tahun 1969, di dalam sebuah perpustakaan penelitian dari Universitas California di Berkeley, seorang pemuda tiba-tiba mengamuk. Ia masuk perpustakaan sambil berteriak histeris kepada rekan-rekan mahasiswa yang terheran-heran, ":STOP!,STOP! Anda sudah mulai mendahului saya!" Pemuda ini kemudian ditangkap, tetapi kejahatan apakah sebenarnya yang telah dilakukannya? Tidak ada. Ia hanya stress!! "Orang lain sudah mulai mendahului saya" katanya.

Sementara anda mulai bekerja, orang lain berolah-raga, mereka telah mendahului anda. Sementara orang lain dipromosikan naik pangkat, mereka telah mendahului anda. Sementara orang lain membaca buku yang anda belum baca, orang itu telah mendahului anda. Sementara tetangga baru membeli mobil mewah, orang itu telah mendahului anda.

Sementara banyak sementara yang orang lain telah mendahului anda.

Jadi tidak pernah ada rasa puas dan ini cenderung menjadikan pekerjaan kita sebagai berhala. Kita begitu diikat, seakan-akan kalau tanggal merah saya tutup toko, orang lain sudah mendahului anda. Berapa banyak orang yang terjebak dalam kasus ini? Apalagi kalau hari minggu tutup toko, langganan semuanya bisa lari, lalu anda tetap membuka toko sehingga tidak ada waktu datang ke gereja. Kita sering mendengar ada orang dengan bangga bercerita kepada temannya, bahwa sudah bertahun-tahun ia tidak pernah mengambil cuti. Atau mereka begitu sibuk sehingga waktu untuk istirahat sehari sajapun tidak ada. Lalu teman-temannya mulai mumuji dia, wah hebat; ini dia yang paling giat. Sementara yang lain menasihati dia, kerja tidak usah dipaksa, ia merasa ini suatu kebanggaan. Sebab ia bisa bekerja "mati-matian".

Saya bersyukur sebagai hamba Tuhan di gereja sudah disediakan waktu sebulan untuk cuti, dan tahun ini setiap hamba Tuhan di gereja diharuskan mengambil cuti tersebut. Namun sayang, bagi saya cuti itu berarti menghabiskan dana, mungkin suatu saat gereja juga memikirkan kompensi cuti buat hamba Tuhannya. Saya mengajak kita mengubah konsep bahwa cuti jangan diartikan dengan malas bekerja. Tetapi istirahat untuk memperbaharui semangat.

Memang, dalam waktu yang singkat sumber utama identitas orang Kristen adalah dilihat dari pekerjaannya. Biasanya sesudah kita berkenalan dengan seseorang dengan menyebut nama, kita biasanya menjelaskan apa pekerjaan kita. Baru-baru ini saya sempat berkenalan dengan tetangga yang ada di seberang rumah (kebetulan masih kampung), lalu saya tanya "Mas, apa kerja anda? dengan malu dan suara yang agak kecil hampir tidak kedengaran oleh telinga ia menjawab "Cleaning service di sebuah klinik". Ia agak sungkan menyebut pekerjaannya, coba bandingkan dengan orang yang mempunyai jabatan yang tinggi misalnya direktur atau pimpinan perusahaan, biasanya dengan bangga dan suara yang agak keras ia menyebutkan pekerjaannya.

Selain itu ada semboyan yang berbunyi "Kita belum melayani Tuhan benar-benar bila kita tidak berjuang mati-matian." Dengan letih tetapi bangga kita cenderung untuk berjuang habis-habisan daripada diam berkarat. Padahal menurut saya kedua-duanya sama tak masuk akal. Kerja bagi orang percaya identik dengan pelayanan. Masalahnya adalah bagaimana konsep kita terhadap pekerjaan itu? Apa tujuan utama kita bekerja? Menjadi kayakah atau ada yang lain?

Saya pikir orang kristen harus mempunyai konsep yang benar dahulu tentang pekerjaan itu, bukan sekadar untuk mencari kekayaan. Berbahaya sekali apabila kita mempunyai konsep yang keliru ini, kita boleh menghalalkan segala pekerjaan, yang penting kaya. Namun kalau tujuannya merupakan pelayanan itu lain soal, itu berarti segala pekerjaan yang kita lakukan haruslah yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

Menurut Markus 6:30-34, Yesus dengan sengaja mencari kelegaan sesudah letih melayani orang lain. Ia juga menganjurkan kepada murid-murid-Nya melakukan hal yang sama. Kehidupan Yesus sungguh seimbang, Ia melaksanakan semua tugas yang dipercayakan Allah Bapa kepada-Nya dengan sempurna. Bila begini cara Yesus hidup, maka dengan sendirinya kita perlu teladani. Seandainya hari ini anda sudah terlanjur membentuk kebiasaan bekerja yang kelewat batas tanpa istirahat, maka mungkin akan "sangat sulit" bagi anda untuk merubahnya. Tetapi, ingatlah bahwa "sangat sulit" bukan berarti tidak bisa atau mustahil!! Tetapi "sangat sulit" itu berarti bisa berubah, asalkan kita mau mencobanya.

Ada dua cara untuk memanfaatkan waktu yang senggang tatkala kita sudah berlelah kerja selama ini :

Berhentilah menjejali pikiran dengan seluk-beluk kehidupan yang tiada habis-habisnya ini, soalnya memang tidak pernah habis.

Juruselamat kita Yesus Kristus dengan tegas mengatakan bahwa kita tidak dapat melayani Allah dan manusia pada saat yang sama. Tetapi betapa kerasnya kita berusaha untuk mengatasi ini! Perkataan Tuhan Yesus di dalam Matius 6 dapat kita simpulkan menjadi : "Jangan memaksa diri melakukan apa yang hanya dapat ditangani oleh Allah." Setiap pagi anda harus dengan sengaja memutuskan untuk tidak membiarkan rasa kuatir, rasa takut, rasa cemas, rasa was-was yang senantiasa menyita waktu anda dan merampas saat santai anda. Buang semua itu, untuk memulai pelayanan kita hari ini. Sebagai orang Kristen tentunya kita membuka setiap hari dengan saat teduh dan membaca Alkitab, sehingga sejak pagi hari saja kita mengisi diri kita dengan firman Tuhan.

Mulailah mengambil waktu untuk bersantai, karena waktu yang disediakan saat senggang adalah untuk santai.

Sesudah menciptakan dunia, Allah beristirahat, nah kita sekarang diperintahkan untuk meniru-Nya. Lihat Efesus 5:1 "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih" Bahasa Yunani dari "Jadilah penurut-penurut" diterjemahkan dari "mimeomai", melalui kata ini nantinya muncul istilah "Mimik atau meniru". Kata jadilah "penurut-penurut ini muncul dalam bentuk "terus-menerus" dan memberi kesan kebiasaan tetap atau artinya selama-lamanya harus menurut. Jadi kesimpulannya kita harus menjadi penurut-penurut Allah secara terus-menerus; termasuk di dalam mengambil waktu senggang ini,agar supaya istirahat bisa hadir di dalam kehidupan kita. Tempatkanlah Yesus Kristus di pusat kehidupan kita, Ia harus berada di tempat yang seharusnya sebelum kita dapat mengharapkan dunia kita berputar mulus.

Pada suatu malam seorang bapak yang kecapaian setelah membanting tulang seharian berjalan terseok-seok ke rumahnya. Ia baru melewatkan hari yang penuh dengan tekanan, desakan dan tuntutan di tempat kerjanya. Ia sangat mendambakan saat rileks dan penuh ketenangan. Dengan letih ia mengambil surat kabar dan berjalan menuju kamar belajar. Baru saja ia membuka sepatu, tiba-tiba anak lelakinya yang baru berusia lima tahun melompat ke atas pangkuannya. Wajahnya berbinar-binar dengan riang. "Hai, Pa.............yuk kita main!"

Bapak ini sangat mengasihi anaknya, tetapi kebutuhan akan sedikit waktu untuk diri sendiri saat itu lebih besar daripada untuk bermain dengan si kecil. Tetapi bagaimana caranya mengatur hal ini? Ketika itu surat kabar sedang memuat berita hangat mengenai satelit bulan dan gambar yang besar planet bumi. Sang ayah mendapat ide lalu menyuruh anaknya mengambil gunting dan transparent tape. Dengan cepat digunting-guntingnya gambar bumi tadi dalam bentuk yang tidak beraturan lalu memberikan tumpukan teka-teki gambar itu kepada sang anak. "Coba kau sambung-sambung kembali potongan ini. Setelah selesai kamu boleh kembali, lalu kita bermain bersama-sama, Okey"

Dengan segera anak itu berlari ke kamarnya sementara si ayah menarik nafas lega. Tetapi kurang dari sepuluh menit kemudian si anak sudah muncul membawa gambar yang sudah selesai direkat dengan sempurna. Dengan terheran-heran ayahnya bertanya: Bagaimana caranya kau melakukannya dengan begitu cepat nak?" "Ah gampang ayah, di balik gambar ini kan ada gambar orang. Bila orang itu dipersatukan, bumi juga akan bersatu."

Demikianlah halnya hidup ini bila kita menempatkan manusia dengan benar, akan terjadi hal-hal yang mengherankan dengan dunia kita ini; terutama dengan diri kita sendiri. Saya menjamin bahwa pada analisa akhir atas hidup anda yaitu pada saat anda berhenti dan menoleh pada cara anda menghabiskan waktu, maka penggunaan waktu senggang akan jauh lebih penting daripada untuk membanting tulang. Jangan menunggu sampai penyakit sudah datang, baru menikmati hidup ini. Jangan tunggu sampai sudah tinggal sisa hidup kita baru sungguh-sungguh menikmati waktu senggang. Saya hendak mengutip apa yang dikatakan salah seorang pendeta di Surabaya. Beliau mengatakan sewaktu muda orang-orang bekerja mati-matian menjual tenaga (kesehatan), lalu setelah uangnya banyak, masa tuanya penuh penyakit, dan saat itulah orang berusaha mati-matian untuk membeli lagi kesehatan. Jadi sepertinya sia-sia bukan?

Orang Kristen yang bertanggung jawab untuk bekerja, tentunya juga ia akan memilih pekerjaan yang baik dihadapan Tuhan dan manusia. Kekristenan tidak mengajar kita menjadi penganggur, sebab Allah kita bukan "penganggur", tetapi Allah kita justru Allah yang bekerja sepanjang sejarah dengan karya ciptaan-Nya sungguh ajaib. Kerja bukan dosa, asalkan kita mengerjakan segala sesuatu yang berkenan dihadapan Allah. Jikalau pandangan kita semua tentang pekerjaan sudah mengarah ke arah pelayanan bagi Tuhan, maka apapun profesi atau kerja kita asalkan tidak bertentangan dengan Tuhan; maka lakukanlah dengan penuh tanggung-jawab, dengan demikian tidak ada yang merasa malu dengan pekerjaannya; sebab semuanya ditujukan untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk diri sendiri lagi.

Memang di dalam dunia realita ini orang-orang bekerja sesuai dengan tingkat pendidikan yang ada, tidak mungkin orang yang buta huruf lalu bekerja sebagai manager atau direktur, kecuali perusahaannya itu warisan orang tua. Saya tidak mengatakan orang yang buta huruf atau yang miskin akan gagal terus, tetapi asalkan ia rajin dan giat; banyak sekali contoh konkret yang sudah sering kita lihat; mereka yang seperti ini tidak sedikit yang akhirnya menjadi konglomerat.

Prinsip utamanya sebagai orang kristen tentunya "kerja dengan penuh takut kepada Tuhan". Kerja itu penting; namun istirahat itu juga penting. Marilah kita ambil jalan tengah yakni mementingkan kedua-duanya, dengan demikian maka tidak ada alasan lagi bahwa pekerjaan kita menghalangi kita melayani Tuhan. Saya mengerti sekali bagi anda yang hidup di Amerika ini, rasanya setiap hari itu penuh dengan pekerjaan. Yang di computer, hari-hari penuh dnegan projek dan deadline. Suami �isteri harus kerja, apalagi ada beban membayar uang cicilan rumah, semakin tertekan untuk bekerja mati-matian. Saya juga mengerti kalau anda ada yang bekerja harus berdiri selama 8 jam, kalau masih kuat tambah lagi pekerjaan lain yang 8 jam lagi, jadi di dalam satu hari anda berjuang 16 jam. Kemudian sesudah pulang ke rumah harus lagi mengurus pekerjaan yang di rumah, dari mulai bersih-bersih rumah sampai cuci pakaian, belum lagi mengurus anak-anak. Saya tidak tahu anda istirahatnya berapa lama?

Nah kalau hal ini berjalan terus-menerus, timbul pertanyaan pula, uang yang anda cari itu untuk apa? Untuk membayar dokter pada waktu anda sakit? Sekali lagi, kerja itu penting, kesehatan itu juga penting, mari jaga keseimbangannya.

Source : artikel.sabda.org

Share:

Arsip Blog